Ekspektasi Kebahagiaan

Pernahkah kita berpikir apakah sesungguhnya arti sebuah kebahagiaan? Dari mana datang asalnya sebuah rasa bahagia itu? Sebuah hati yang bersyukur? Ataukah ketika kita memenangkan sebuah lotere sebesar 100juta? Atau mungkin ketika kita berhasil membeli sebuah mobil mewah, rumah mewah?

Sepanjang sejarah hidup homo sapiens sejak 300.000 tahun yang lalu, kita terus bergulat dengan kehidupan. Manusia terus berjuang dan berusaha untuk kehidupan yang lebih baik dan lebih baik lagi. Lalu apa tujuan dari semua itu? Mungkin di awal peradaban sejarah manusia, kita telah berjuang untuk melawan bencana alam, pandemi, kelaparan dan perang. Hingga di pertengahan awal abad 20, umat manusia mungkin telah berhasil melewati semua itu.

Di abad 21 ini, lebih banyak orang yang di seluruh dunia yang mati kekenyangan (baca diabetes) dibandingkan orang  yang mati kelaparan. Data WHO tahun 2019 menyatakan ada sekitar 1,5 juta orang di seluruh dunia yang meninggal karena diabetes tahun 2019 dan 2,2 juta orang meninggal karena glukosa darah tinggi. Perkiraan ada sekitar 463 juta orang hidup dengan diabetes di tahun 2019. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah kematian yang disebabkan oleh kelaparan sebanyak 3,1 juta orang, dan sekitar 113 juta orang di seluruh dunia menderita kelaparan.

Banyak orang yang hidup dalam sebuah bayangan ilusi bahwa orang zaman dulu hidup lebih baik dibandingkan zaman modern ini. Benarkah demikian? Jika Anda hidup di abad pertengahan, Anda mungkin harus hidup dalam ketakutan kapan negara tetangga akan menyerang negara kita. Perang bisa terjadi sewaktu-waktu. Begitu juga kesiapan untuk menangani masalah kelaparan, sanitasi, dan kesehatan. Manusia hidup dalam ketidakpastian dan ketakutan akan ini dan itu. Homo sapiens modern seperti kita harus merasa beruntung karena pandemi covid-19 ini terjadi di era modern ini, bayangkan kalau pandemi covid-19 ini terjadi di masa lalu ketika ilmu kedokteran belum berkembang. Kita mungkin bahkan tidak tahu bahwa ada makhluk kecil tidak kasat mata yang bernama virus corona. Homo sapiens mungkin akan menganggap kematian akibat covid-19 itu hanya sekedar sebuah kutukan saja. Entah berapa banyak kematian yang akan ditimbulkan karena ketidaktahuan tersebut? Apakah mungkin umat manusia akan punah?

Lalu ketika kita telah tiba di zaman yang serba praktis ini, lantas apakah hidup manusia menjadi lebih bahagia dibandingkan sebelumnya? Tidak, kita hanya hidup lebih makmur saja. Kebahagiaan yang dirasakan oleh homo sapiens itu masih tetap saja sama.

Hanya dibutuhkan sepotong roti untuk membuat seorang yang kelaparan di abad pertengahan untuk merasakan kebahagiaan tak terkira, dibandingkan seorang yang hidup di jaman modern yang bisa makan hamburger dengan sesukanya hingga menderita diabetes. Hal ini sama seperti seorang petani miskin di abad pertengahan yang baru selesai membangun sebuah rumah kayu sederhana, dan seorang super kaya di zaman modern yang baru membeli sebuah rumah super mewah dengan ratusan kamar. Siapakah diantara mereka yang lebih bahagia? Adakah perbedaan rasa bahagia antara memakan sepotong roti dan sebuah hamburger? Atau adakah perbedaan rasa bahagia yang dirasakan oleh petani dan orang kaya tersebut?

Kebahagiaan yang kita rasakan itu hanyalah sebuah ilusi yang ditimbulkan oleh stimulasi BIOKIMIA yang muncul ketika ekspektasi yang kita harapkan sesuai dengan kenyataan. Tidak ada perbedaan BIOKIMIA yang menstimulasi kebahagiaan petani miskin dan orang kaya dalam contoh di atas. Seiring dengan banyaknya hal yang kita lihat, banyaknya materi yang kita miliki, ekspektasi manusia menjadi semakin tinggi, sementara kadar zat biokimia yang dihasilkan oleh tubuh kita masih tetap sama.

Mungkin suatu hari kita akan tiba pada zaman ketika para ilmuwan telah berhasil memodifikasi algoritma gen yang membentuk kehidupan homo sapiens, sehingga kita bisa terus hidup dalam rasa bahagia tanpa batas? Apakah ini benar jadi tujuan manusia? Ataukah kita harus belajar untuk lebih mengontrol hati dan pikiran kita untuk tidak berekspektasi terlalu tinggi agar kita bisa terus hidup dengan rasa bahagia yang sederhana?

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama