Ok, tulisan hari ini masih berkisar sekitar Covid-19. Mungkin banyak teman-teman yang telah bosan membaca tulisan saya tentang Covid-19 karena sudah saya terpapar virus ini satu setengah bulan lalu, saya telah menulis banyak tentang Covid-19 ini. Lalu kenapa saya masih terus menulis tentang Covid-19 ini? Jawabannya karena saya pernah merasakan betapa dekatnya saya dengan kematian ketika saya terpapar oleh yang namanya virus corona ini. Jadi saya menjadi sangat aware, menjadi sangat peduli dengan semua ini, dan berharap semoga teman-teman yang membaca tulisan saya tidak sampai ke sana, dan berharap kita semua bisa menjadi lebih taat prokes, lebih peduli pada sesama dan semoga pandemi ini bisa segera teratasi.
Sejak awal pandemi saya selalu membaca tentang banyaknya orang yang menganggap Covid-19 ini adalah sebuah konspirasi, banyak yang mengganggap Covid-19 sebagai hoax, dan bahkan menganggap Covid-19 sebagai sebuah aib yang memalukan yang membuat kita dikucilkan dari lingkungan masyarakat sekitar.
Well, tulisan saya kali ini adalah untuk membahas fenomena sosial hasil pantauan saya pada apa yang terjadi di masyarakat, terutama pada masyarakat yang tinggal di daerah kecil yang kurang informasi.
Sejak beberapa bulan lalu saya selalu membaca postingan seorang teman dokter saya yang bertugas di sebuah kabupaten kecil di pedalaman kalimantan yang berusaha mengedukasi masyarakat setempat yang selalu mengganggap Covid-19 itu adalah hoax, Covid-19 adalah konspirasi pemerintah untuk menghabiskan dana anggaran, konspirasi para dokter untuk mencari kekayaan pribadi.
Awalnya saya merasa biasa saja, karena dimanapun di dunia ini pasti ada segelintir orang yang selalu percaya akan teori konspirasi. Jangankan di Indonesia, bahkan di negara-negara maju seperti Amerika aja masih banyak orang yang percaya bahwa bumi ini datar di tahun 2021 ini.
Setelah saya terpapar Covid-19 pertengahan bulan Mei kemarin, ketika saya menuliskan pengalaman saya di facebook dan blog, akhirnya saya jadi sadar bahwa ternyata fenomena yang menganggap covid itu hoax dan aib itu sudah tidak bisa ditoleransi lagi. Saya mendapat banyak message yang dari beberapa teman ternyata selama ini sudah pernah terpapar corona, dan MERAHASIAKANNYA. Bahkan ada beberapa teman yang menganjurkan agar saya menghapus saja postingan saya, alasannya demi kebaikan saya. Yach, Anda tidak salah baca, alasannya demi kebaikan saya, karena katanya postingan saya di media sosial tentang covid akan membuat saya malu, membuat saya dijauhi oleh orang-orang, dll.
Mungkin bagi sebagian besar dari kita yang tinggal di kota besar sudah lebih bisa menerima fakta tentang Covid-19 ini. Namun fakta di lapangan, terutama di daerah terpencil masih banyak yang menganggap Covid-19 adalah aib yang mamalukan.
Saya pernah mendapat beberapa cerita dari beberapa teman di daerah. Ada seorang teman yang ibu mertuanya terpapar Covid-19, sudah sesak, saturasi oksigen tinggal 70 saja. Hasil test PCR sudah positif, dan ketika dokter bilang dia terpapar Covid-19, dia masih tidak bisa terima, dan malah mau bertengkar dengan dokter. Yang lebih parahnya adalah suaminya (ayah mertua teman saya) malah mau berantam dengan dokter karena dokter menyatakan bahwa istrinya positif Covid-19. Bahkan anak-anaknya dilarang untuk mengakui bahwa ibunya positif Covid-19. Sangat ironis sekali bukan?
Ada lagi cerita lain dari teman yang lain. Ada seorang yang bapak yang istrinya meninggal karena Covid-19. Dia tidak bisa menerima kenyataan ini dan merasa malu. Setiap kali ada orang yang mengatakan istrinya meninggal karena covid-19 dia akan marah dan mau berantam dengan orang lain, bahkan pernah sampai bawa parang untuk berkelahi dengan orang lain hanya karena orang bilang istrinya meninggal karena Covid-19. Kenapa bisa sampai seperti ini? Jawabannya sederhana, bapak tersebut merasa malu, merasa aib karena ada anggota keluarga yang meninggal karena Covid-19.
Selain itu ada juga seorang teman lain yang sudah satu mingguan mengalami demam, batuk, pilek, kehilangan indera perasa, dan gejala-gejala mirip Covid-19. Coba konsultasi ke saya. Saya sarankan untuk coba test antigen atau PCR saja, jika seandainya positif bisa mengkonsumsi obat yang benar, dan jika seandainya negatif, bisa lebih tenang juga. Tapi dia menolak saran saya. Dia hanya ngotot pada pendirian dia untuk makan obat ala kadarnya aja. Alasannya sederhana, takut nanti kalau dinyatakan positif Covid-19, nanti bisa merasa malu ama tetangga, masa depan jadi gelap, bisa dijauhi oleh orang-orang, dan berbagai alasan lainnya.
Saya jadi bingung apa hubungannya antara positif covid-19 dengan masa depan jadi gelap? Bukankah kalau dia sekarang positif, tanpa di test sekalipun tetap aja virus itu berada di dalam tubuhnya? Dan malahan ini akan berbahaya bagi lingkungan sekitar dia, dia akan menularkannya ke anak istri dia, ke orang tua dia, dan juga ke teman-teman di lingkungan dia. Bukankah jika dia pergi test, dan jika ternyata positif, dia bisa mengkonsumsi obat yang benar, dan mengkarantinakan diri supaya tidak menjadi penyebar virus corona bagi lingkungan sekitar dia?
Pertanyaannya kenapa semua fenomena ini bisa terjadi? Apa hubungannya antara pernah terpapar Covid-19 dengan menjadi aib, menjadi malu dan dijauhi di masyarakat?
Setelah saya pelajari, ternyata semua ini terjadi karena kurangnya edukasi akan Covid-19 di masyarakat, terutama masyarakat yang berpendidikan rendah di daerah yang kurang mendapatkan informasi yang akurat tentang Covid-19 ini.
Masih ingat diawal masa pandemi merebak di China? Pada awal masa awal-awal pandemi mulai merebak di China, pernah ada pemuka agama yang menyatakan bahwa virus corona adalah Tentara Allah yang diutus oleh Allah untuk melindungi umat Muslim? Pernyataan ini memberikan efek fenomena sosial pada sebagian masyarakat di daerah yang menerima ceramah ini tanpa disaring terlebih dahulu. Apalagi saat itu pihak MUI selaku lembaga negara juga malah membela pernyataan pemuka agama tersebut. Akibatnya adalah masyarakat yang berpendidikan rendah terlanjur menerima mentah-mentah pernyataan ini, sehingga hari ini sebagian masyarakat yang terpapar virus corona menjadi merasa malu, merasa aib karena merasa diri sendiri kurang beriman pada Tuhan sehingga terserang oleh "Tentara Allah". Yach... Tidak mungkin masyarakat tidak merasa aib dan malu ketika terpapar covid-19 ini, karena akan dianggap oleh lingkungannya sebagai orang yang kafir, orang yang tidak beriman sehingga diserang "Tentara Allah", karena bukankah "Tentara Allah" itu hanya akan menyerang orang-orang kafir saja?
Dalam hal ini sangat dibutuhkan peranan pemerintah dan para pemuka agama untuk memberikan edukasi yang benar tentang pandemi ini kepada masyarakat luas. Pandemi ini adalah bencana kemanusiaan, alangkah bijaknya jika kita semua bisa bersatu untuk berperang melawan pandemi ini, dan bukan sebaliknya saling menyudutkan pihak lain.
Selain itu ada faktor lain yaitu kurangnya pengetahuan masyarakat yang masih menganggap bahwa kalau terserang Covid-19 akan menjadi pembawa virus selamanya bagi orang lain. Sehingga orang yang pernah terpapar Covid-19 walaupun sudah sembuh, selalu dijauhi oleh orang lain karena takut dianggap sebagai pembawa virus. Akibatnya orang-orang walaupun sudah ada gejala covid-19 tetap enggan memeriksakan dirinya ke rumah sakit, enggan test swab antigen ataupun PCR, sehingga akhirnya malah menjadi penyebar virus di masyarakat. Hal ini terjadi karena mereka takut dikucilkan dari masyarakat, takut toko mereka menjadi tidak laku, dll.
Di sini tentu sangat dibutuhkan peranan pemerintah untuk memberikan edukasi pada semua orang bahwa orang yang sudah sembuh sudah tidak akan menjadi penyebar virus bagi orang lain. Jika tidak, akan semakin banyak masyarakat menganggap virus ini sebagai sesuatu yang aib, sesuatu yang memalukan sehingga mereka tidak menerima fakta tentang virus ini, tidak ingin melakukan test swab antigen ataupun PCR, akibatnya adalah terjadi OTG dimana-mana dan membuat virus corona ini makin tersebar ke semua orang.
Akhir kata, semoga tulisan ini akan bermanfaat dan membuka wawasan kita semua tentang Covid-19. Jika ada tulisan saya yang tidak sempurna, saya mohon masukan dari teman-teman semua. Dan jika ada tulisan saya yang menyinggung pihak tertentu, saya mohon maaf sedalam-dalamnya. Tidak ada maksud saya untuk menyinggung pihak manapun juga. Semoga kita semua bisa bersatu dan bergandengan tangan dalam memerangi bencana kemanusiaan yang bernama Covid-19 ini.
Ingat untuk selalu jaga kesehatan dengan rutin berolahraga dan taati prokes selalu. Salam Sehat.
Posting Komentar