Muraqabah - Mengawasi Kondisi Batin

Maraqabah, ini mungkin benar-benar apa yang aku butuhkan saat ini. Rasanya akhir-akhir ini aku sudah jarang melakukan praktik meditasi untuk melihat ke dalam diriku sendiri. Aku menjadi terlalu liar pada diriku sendiri dan kurang sensitif terhadap hal-hal kecil yang aku perbuat dalam kehidupanku sehari-hari.

Memang segala kepusingan bisnis yang lagi sepi ditambah berbagai masalah yang datang silih berganti selama setengah tahun ini benar-benar membuat diriku menjadi kurang sensitif terhadap perkembangan batin diriku sendiri.

Beberapa hari yang lalu sebelum diriku tidur, tiba-tiba aku melihat buku “Menyelami Spiritual Islam” terletak disamping rak bukuku. Buku ini memang telah menemani perjalan spiritualku selama dua tahun terakhir ini, walaupun akhir-akhir ini aku tidak pernah membacanya lagi. Iseng-iseng aku membuka salah satu halaman dengan topik “Muraqabah”. Muraqabah sendiri berarti pengamatan yang mendekati makna penjagaan dan penantian.

Dalam istilah para ahli hakikat, muraqabah bermaka berkesinambungan pengetahuan hamba akan pengawasan Tuhan atas semua tindakannya. Ada yang mengatakan, muraqabah bermakna menjaga sirr (rahasia) atas pengamatan al-Haq terhadap setiap langkahnya. Ada juga yang mengatakan, maknanya adalah menugasai keagungan terhadap kehadiran al-Haq, serta melihat-Nya dalam hati dan seluruh anggota badannya pada setiap gerak dan diamnya.

Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS an-Nisa’ [4]:1)

Sudah sejak belasan tahun ini aku telah menyatakan diriku sebagai seorang atheis yang tidak percaya akan eksistensi Tuhan. Tapi seorang atheis bukan berarti diriku seorang yang tidak memperhatikan kondisi batin. Selama belasan tahun sejak aku menyatakan diriku sebagai seorang atheis, aku masih tetap belajar spiritual. Banyak orang yang salah mengartikan spiritual sebagai sebuah bentuk agama, namum bagi diriku, spiritual itu lebih ke pengotrolan kondisi batin diri sendiri dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan agama. Jadi aku selalu merasa diriku bebas sebagai seorang atheis untuk mempelajari spiritualitas agama lain baik itu Islam, Hindu, Buddha maupun ajaran lainnya.

Kembali ke tulisan tentang muraqabah.

Menurut Wikipedia:

Murāqabah (Arabic: مراقبة, lit.: "to observe") is Sufi meditation. Through murāqabah a person watches over their (spiritual) heart and gains insight into the heart's relation with its creator and its own surroundings.

Jadi Muraqabah dalam arti secara literal adalah mengobservasi atau mengawasi, adalah sejenis bentuk meditasi dalam ajaran Sufi Islam. Melalui muraqabah seseorang mengawasi kondisi hati (spiritual) nya sendiri dan memperoleh penglihatan yang jelas terhadap kondisi hatinya dan hubungannya dengan sang pencipta dan sekelilingnya.

Bagi diriku istilah muraqabah ini hampir sama seperti puisi Zen dari Master Yuquan Shenxiu yang berbunyi:

身如菩提树,心如明镜台;时时勤拂拭,勿使惹尘埃

Terjemahan bebas dari puisi ini adalah:

Badan adalah pohon Bodhi, hati (pikiran) adalah pondasi cermin yang terang; harus selalu senantiasa dibersihkan, jangan biarkan debu menempel di atasnya.

Ini memang bukan puisi zen favorit diriku. Aku selalu berpegang teguh pada lawan puisi zen di atas yang ditulis oleh Master Huineng yang berbunyi:

菩提本无树,明镜亦非台;本来无一物,何处惹尘埃

Terjemahan bebasnya:

Bodhi tidaklah mempunyai tubuh, cermin yang terang tidak memiliki pondasi, pada dasarnya segala sesuatu itu kosong, darimana asalnya debu bisa melekat di dalamnya.

Walaupun puisi yang ditulis oleh Master Yuquan Shenxiu bukanlah puisi pencerahan zen favoritku, malam itu tapi tiba-tiba aku merasa mungkin inilah yang benar-benar aku butuhkan saat ini. Malam itu aku benar-benar terperanjak, tiba-tiba aku merasa aku telah terlalu jauh melangkah di dunia ini. Tiba-tiba aku sadar bahwa aku telah terlalu lama tidak melakukan praktik meditasi dan mengawasi kondisi batinku. Aku menjadi gampang terbawa perasaan, gampang emosi, gampang tertipu, dan gampang terbawa oleh berbagai keadaan di luar diriku.  Aku menjadi sadar bahwa aku sudah lama tidak “mengawasi” kondisi batin diriku sendiri.

Akhirnya aku harus meruntuhkan rasa ego diriku sendiri dan mengakui bahwa aku masih belum tercerahkan seperti puisi yang ditulis oleh Master Huineng. Sebagai seorang manusia biasa, aku masih butuh muraqabah, masih butuh untuk selalu senantiasa mengawasi kondisi batin diriku agar aku bisa selalu hidup di dalam jalur yang benar. Mungkin mulai malam ini aku akan kembali melakukan praktik meditasi lagi. Atau juga akan kembali secara random membaca buku “Menyelami Spiritualitas Islam” yang telah lama aku telantarkan di rak bukuku. Salam Pencerahan!



Post a Comment

Lebih baru Lebih lama